Sunday, January 20, 2008

Napi dan kebun pisang

Seorang Napol yang dituduh "pemberontak" oleh pemerintah sejak beberapa hari lalu mulai menghuni sebuah kamar tahanan di LP Nusakambangan. Belakangan napi tersebut diketahui sebagai seorang yang menyuarakan kampanye 'merdeka' dari NKRI. Umurnya belum terlalu tua, namun orang tuanya masih sangat membutuhkan bantuannya untuk membantu di ladang.
Di minggu ketiga masa penahanannya, ayahnya mengirimkan surat dari desa yang isinya lebih kurang sebagai berikut:
"Anakku, kami sangat merindukanmu. Semenjak kamu ditahan, sudah tidak ada lagi yang membantuku di ladang. Ibumu kini sakit-sakitan sementara adikmu masih kecil2 untuk diajak berladang. Aku, ayahmu, sangat berharap agar engkau cepat dibebaskan karena aku akan segera mencangkul ladang tersebut untuk ditanami pisang, dan aku sangat membutuhkanmu untuk membantuku mencangkul ladang tersebut." Demikian kira2 bunyi surat singkat tesebut.
Seminggu kemudian, si ayah menerima balasan dari sang anak yang bunyinya:
"Ayah, aku sangat prihatin mendengar berita tentang ayah, ibu dan keluarga di kampung, rasanya aku ingin pulang detik ini juga. Tapi, tolong jangan cangkul ladang itu sebelum aku pulang karena disana ada ratusan pucuk senjata yang aku kubur sebelum aku ditangkap dan aku tidak ingin tentara mengambilnya kalau mereka tahu."
Si anak hanya menuliskan itu di dalam suratnya, dan itu membuat ayahnya sangat terkejut dan tidak berani melanjutkan niatnya untuk mencangkul ladang. Si anak sadar betul kalau suratnya itu akan disensor oleh pihak LP.
Dua hari setelah surat itu diterima oleh ayahnya, tiga truk penuh tentara datang ke ladangnya untuk mencari lokasi dimana senjata itu ditanam. Dengan marah-marah si komandan regu menanyakan pada ayah si napi dimana senjata itu ditanam. Tentu saja si ayah tidak bisa menunjukkan dimana karena dia tidak tahu sama sekali. Tanpa membuang waktu, sang komandan menyuruh anak buahnya untuk mencangkul seluruh ladang yang luasnya hampir 2 hektar untuk menemukan senjata-senjata tersebut. Setelah seharian mencangkul dan tidak menemukan apapun di kebun tersebut, sang komandan memerintahkan anak buahnya untuk berhenti dan kembali ke markas.
Si ayah yang masih ketakutan dengan segera menuliskan surat kepada anaknya untuk memberitahukan kejadian tersebut. Si anak membalas surat tersebut segera setelah menerima salinan surat dari ayahnya melalui pihak LP. Dalam suratnya ia menuliskan:
"Ayah, jangan takut. Tentara itu cuma bisa pakai otot, bukan otak. Kalau masih ada kebun2 milik paman atau kakek yang belum dicangkul, kirim lagi surat kemari, nanti biar aku balas dengan surat yang sama. Dalam beberapa hari pasti tentara2 itu akan datang lagi untuk mencangkul, kan lumayan tidak perlu bayar."
Pihak LP yang membaca surat itu sangat terkejut akan kelalaiannya dan hanya bisa tercengang dengan kecerdikan Napi dari daerah terpencil itu.
Sekian!!!

(Cerita ini hanya fiktif belaka dan tidak bertujuan untuk menyudutkan pihak manapun. Bagaimanapun kami mohon maaf jika ada pihak yang tersudutkan dengan penulisan ini)

No comments: